Orgasme Pertama

ad+1

| Setelah menuliskan pengalaman sex saya di salah satu web dewasa, aku mendapatkan email dari seorang
wanita yang bernama Verne. Umurnya 27 tahun. Dia tinggal di satu kota yang berbeda dengan kota tempat
tinggalku. Emailnya singkat, hanya menanyakan kebenaran ceritaku. Setelah beberapa kali saling berkirim
email, Verne memberikan nomor handphone-nya padaku.
Cerita Sex Terbaru Orgasme Pertama
“Boy.. Kamu tinggal di kota mana sih?” tanyanya di email.
“Kota ini.. Cuma aku sering pergi ke luar kota untuk urusan bisnisku” jawabku.
“Wah liburan lebaran ini aku mau ke kotamu.”
“Oh ya? Ok nanti kita atur waktu untuk bertemu. Siapa tahu kita bisa kencan.. Oh ya kirim fotomu dong?”
balasku di email.
“Sory, gue nggak ada foto..” balas Verne.
“Ah masa.. Pasti ada lah..” bagiku hampir tak mungkin seseorang tak punya foto.
“Ada sih, tapi jelek.. Ntar aja kalau aku ke kotamu aku foto dan kasih ke kamu”
Yah, aku tahu Verne jujur. Dari isi emailnya, aku tahu dia tidak suka basa basi. Karena itu aku okay
saja menunggu fotonya.
Hari kedatangan Verne tiba. Malamnya aku meneleponnya.
“Udah nyampe? Kamu tinggal di mana?”
“Udah dari tadi.. Tinggal di sini..” katanya menyebutkan nama suatu daerah.
“Bisa tahu nomor teleponnya? Aku telepon di rumah saja ya?”
Aku ingin tahu apakah dia mau memberikan nomor teleponnya. Sekalian berhematlah. Ternyata Verne mau
memberikan nomor teleponnya. Lalu aku meneleponnya. Kami bicara tidak banyak karena aku memang sedang
sibuk. Lalu aku membuat janji untuk datang ke rumahnya.
Aku datang beberapa hari kemudian. Di perjalanan aku berdebar-debar memikirkan seperti apa si Verne ini.
Setelah sempat salah rumah, aku menemukan rumahnya. Verne manis orangnya. (kalau baca cerita ini jangan
senyum sendiri ya, Verne!), tubuhnya seksi dengan tinggi 170 cm/65 kg. Kate Winslet memiliki postur 168
cm/65 kg. Jadi bisa dibayangkan kira-kira tubuh Verne, sama sekali tidak gemuk menurutku. Beratnya
mungkin banyak terfokus di payudara dan pinggulnya yang seksi. Belakangan aku baru tahu ukuran bra-nya
36B. Kulitnya kuning seperti orang Chinese kebanyakan. Dengan rambut sebahu, bibir penuh dan tanpa make
up, dia kelihatan natural.
Kami bicara cukup lama. Orangnya enak diajak bicara. Banyak bahan yang bisa dia ceritakan. Mulai
pekerjaannya, mantan pacarnya, teman-temannya, keluarganya, sampai akhirnya kami membicarakan cerita
yang kutulis, respon pembaca dan banyak hal lain. Satu hal yang kusukai darinya adalah
keterusterangannya. Meskipun kadang topik sex membuatnya malu, tetapi Verne tetap menyambut setiap bahan
pembicaraan kami. Waktu menunjukkan pukul 21.30 dan aku memutuskan untuk pulang. Dalam hati aku masih
bimbang untuk mengajaknya berkencan atau tidak. Akhir-akhir ini pekerjaanku menumpuk dan menyita
waktuku.

Kami berdua berjalan menuju gerbang rumahnya. Verne tinggal di rumah neneknya selama di kotaku. Mataku
menjelajahi rumah dan sekelilingnya. Banyak orang di rumah seberang. Wah, padahal aku ingin menciumnya.
Ketika Verne membukakan kunci gerbang, bahunya yang terbuka putih mulus membuatku ingin memeluk dan
mencium tengkuknya. Akan tetapi aku tak jadi melakukannya.
“Aku pulang ya.. Verne? Tunggu besok ya, kalau ada waktu aku akan mengajakmu kencan” kataku. Verne
mengangguk.
Aku segera masuk mobilku dan pulang. Sampai di rumah aku menulis SMS untuk Verne.
“Verne.. Menurutmu aku orangnya gimana?”
“Kamu cute, Boy. Tinggi juga tubuhmu. Aku baru kali ini sampai mendongakkan kepalaku waktu bicara
dengan cowok.. Soalnya aku tinggi juga.. Kalau aku menurutmu?”
“You’re so sweet, girl.. Tadi aku ingin menciummu tapi banyak orang..”
“Wah.. Thanks.. U ingin menciumku? Aku juga lho.. Tapi kukira Boy tidak tertarik padaku tadi..”
astaga.. Siapa yang tidak tertarik dengan bibir penuh dan tubuh tinggi seksi itu?
“What a missing moment! Aduh.. Tahu gitu tadi aku akan mengajakmu masuk mobil dan menciummu!” aku jadi
menyesal tidak menciumnya tadi. Aku kehilangan kesempatan bagus.
“Iya.. Aku jadi kepikiran missing moment tadi..”
“Oh ya Verne.. Kalau besok aku pasti tidak bisa mengajakmu keluar. Ada janji dengan client. Mungkin
besok lusa ya.. Aku ke rumahmu malam.”
“Oh.. Besok gak bisa ya? Aku available-nya cuma sampai besok lusa malam. Pagi-pagi aku sudah pulang ke
kotaku..”
“Oh gitu? Ya besok lusa aja deh. Gimana kalau kita ke hotel saja?”
“Tak masalah. Tapi tidak bisa menginap lho. Soalnya paginya aku sudah harus pulang..”
Aku mulai menghitung waktu. Kesibukanku yang luar biasa sangat menguras fisikku. Aku tiba-tiba kuatir
tidak bisa memuaskan Verne. Bagaimana jika nanti aku lemah? Aku pun menulis SMS lagi ke Verne.
“Tapi kalau aku capek, kita tidak usah ke hotel ya? Daripada belum-belum aku sudah ejakulasi.. Kan
kasihan kamunya kalau tidak bisa orgasme..”
“Aku tidak mengejar orgasme, Boy. Bagaimana kalau aku bilang, sangat sulit membuatku orgasme? Aku suka
aktifitasnya. Cium, peluk, have sex, making love.. Aku tidak mengejar orgasmenya..”
Aku jadi bingung sendiri. Aku tidak mungkin melepas pekerjaanku, tetapi aku juga tidak ingin melepas
kesempatan bercinta dengan salah satu pembaca Rumah Seks ini yang sudah jauh-jauh ke datang kotaku. Aku
masih berpikir ketika SMS dari Verne datang lagi.
“Boy.. Ini one nite stand pertamaku. Aku ke kotamu belum tentu 1 tahun sekali. Mungkin kita tidak akan
punya kesempatan ke dua kalinya..”
“Aku cuma kuatir nanti akan mengecewakanmu..” balasku.
“Boy, bukankah seharusnya yang memutuskan kecewa atau tidak itu aku? Jangan seperti itu.. karena justru
membuatku kepikiran. Make no sense banget deh..”
Ya, Verne benar. Kesempatan di depan mata yang mungkin tidak akan terulang lagi tidak boleh disia-
siakan.
“Oke deh.. Besok jam 5 sore aku jemput. Kita ke hotel short time saja. Oh ya Verne.. Pasanganmu biasanya
pake kondom tidak? Aku terbiasa pake kondom. Demi menjaga kesehatan dan mencegah kehamilan” tulisku lagi
di SMS.
“Boy, aku minum pil anti hamil kok. Aku juga bersih, bebas penyakit.”
“Aku juga sehat, Verne.. Soalnya aku baru 1x tanpa kondom, dengan Cie Yeni itu..” kataku.
“Boy, ini one nite stand pertamaku. Selama ini aku having sex dengan orang yang sudah kukenal lama.
Jadi, kalau kamu mau pake kondom, itu better for me.”
Ya, pikiran Verne sama denganku. Kami belum saling kenal sebelumnya. Resiko terkena penyakit cukup
besar.
“Wah.. Thanks Verne. Tadi aku kuatir menyinggung perasaanmu. Kalau gitu aku akan pakai kondom saja.. Oh
ya, u aktif atau pasif waktu ML?”
“Aku tergantung pasanganku. Bisa aktif bisa pasif. Kamu suka cewek yang seperti apa Boy?”
“Aku suka cewek aktif. Boleh agresif boleh tidak. Tetapi yang penting aktif. Kalau oral atau dioral
kamu suka?”
“Aku suka dioral kalau enak.. Kalau mengoral aku bisa cuma tidak pandai. Kalau kamu?”
“Aku suka dioral. Kalau mengoral, aku mau saja tapi agak sensitif dengan bau..” kataku.
“Oh ya? Aku tidak pernah dikomplain soal bauku kok..” kami terus mengobrol sampai larut malam sampai
akhirnya Verne kehabisan pulsa.
Besok sorenya aku jemput Verne dan segera ke hotel untuk check in short time. Verne tampil sexy dengan
tank top dan celana jeans. Lipstik tipis, mascara dan bedak tipis membuatnya lebih cantik. Di sepanjang
jalan aku tidak banyak bicara. Aku lebih banyak berpikir bagaimana nanti aku bisa memuaskannya. Aku
merasakan tubuhku tidak fit. Tetapi memikirkan bergumul dengan wanita yang sekarang duduk di sebelahku
di mobil, membuatku segar. Asyik.. Sebentar lagi aku bercinta lagi. Sudah lama aku tidak bercinta.
Sekitar 2 bulan.
Sampai di kamar hotel aku memesan air mineral dan menyalakan televisi. Verne duduk di tepi ranjang
setelah meletakkan tasnya.
“Wah.. Aku nervous, Boy..” katanya.
Aku terkejut. Wanita ini nervous! Haha.. Ada-ada saja. Tapi aku memahaminya. Ini adalah pertama kalinya
Verne hendak ML dengan orang yang belum lama dikenalnya. Pasti ada keragu-raguan dan banyak pikiran yang
membuatnya nervous. Aku harus berusaha menenangkannya.
Perlahan tanganku meraih pinggangnya yang terbuka. Aku mengusapnya lembut. Verne agak kegelian. Dia
memegang tanganku.
“Wah.. Kok bisa nervous ya. Padahal waktu ML pertama kali saja tidak nervous..”
Aku hendak menjawabnya ketika room boy datang membawa minuman yang kupesan. Aku minum sedikit lalu
berbaring. Verne masih kaku duduk di pinggir ranjang. Akhirnya kutarik tubuhnya untuk berbaring.
Maksudku ingin membuatnya rileks dengan berbaring. Setelah Verne berbaring, aku menghampiri lehernya dan
menghembuskan nafasku pelan-pelan. Verne melenguh. Dia membalikkan badannya dan mulai mencium bibirku.
Aku membalasnya dengan hangat. Bibir Verne penuh. Dia mahir sekali melumat bibirku sambil menghisap.
Enak, guys! Kami beradu bibir, lidah dan seluruh mulut. Saling melumat, menjilat dan menghisap.
Kurasakan nafas Verne mulai memburu. Ciuman bibir kami terlepas. Aku mulai mencari titik erotis di
wajahnya. Mulai dahi, pipi, leher kucium. Reaksinya biasa saja. Waktu aku mencapai telinganya,
desahannya semakin keras. Telinganya sensitif. Kami bercumbu terus. Aku berkonsentrasi di bibir dan
telinganya. Tanganku memegang kepalanya. Tangan Verne bergerak meraba perutku dan naik menuju dadaku.
Dia meraba-raba dan memainkan puting dadaku. Geli dan lumayan enak.
Kami berciuman cukup lama. Tanganku bergerak meraih kait bra-nya. Ternyata sulit terbuka! Verne tertawa.
Dia kemudian melepas tank top dan bra-nya. Aku menelan ludah melihat payudara 36B-nya. Wow! Putingnya
merah menantang sangat menonjol. Baru kali ini aku melihat puting seseksi itu. Aku tidak segera meraih
payudaranya. Aku terlebih dahulu menikmati dengan melihatnya. Kuraba bagian tengah dadanya. Turun ke
perutnya. Membuat gerakan melingkar membuatnya menggelinjang geli. Naik merayap ke lembah payudaranya.
Verne mengira aku akan meraih putingnya. Ternyata dia salah. Aku hanya berputar-putar di payudaranya
tanpa memberikan tekanan apapun..
“Uh.. Jahat..” bisik Verne.
Ya, belum saatnya meraih payudaranya. Aku kembali menciumnya. Turun ke leher dan merayap ke dadanya.
Hidungku menelurusi payudaranya dan tiba di putingnya. Kemudian kuturunkan kepalaku. Lidahku menjilat
melingkar di perut, naik ke payudaranya, berputar-putar seperti pendaki gunung yang berusaha mencapai
puncak. Tubuh Verne mulai gelisah. Aku tahu dan mulai menjilat puncak putingnya dengan seluruh lidahku.
Penuh..
“Aach..” Verne mengerang.
Aku menjilat dan mulai menghisap putingnya. Tanganku bergerak memijat punggungnya. Kemudian pinggang dan
perutnya. Aku berusaha membuat aliran darahnya merata di semua bagian tubuhnya. Verne menggelinjang
terus saat kupijat dan kuraba punggungnya. Jariku membuat gerakan sangat halus hingga membuat saraf-
sarafnya bereaksi. Darahnya mengalir lebih cepat dan Verne semakin terangsang. Tubuhnya bergetar menahan
rangsangan di punggungnya. Aku menahannya dengan tanganku, tak membiarkannya terlepas. Titik erotisnya
banyak tersebar di punggung. Karena itu guratan jariku di punggungnya membuat Verne semakin terangsang.
Perlahan aku menurunkan celana dalamnya. Wow.. Vagina yang seksi terpampang di depan wajahku. Persis di
mukaku! Vaginanya halus tanpa ada bulu. Verne mencukur bersih vaginanya. Aku menciumnya. Hmm.. Tidak
bau. Hanya ada aroma khas vagina yang memang sudah seharusnya ada. Aku menjulurkan lidahku. Menjilatnya
sepenuh hati. Semua jadi sasaranku. Labia mayora, labia minora, dan akhirnya aku menyerang klitorisnya.
Daging berwarna merah muda di tempat bibir dalam vaginanya bertemu itu kujilat habis-habisan.
“Oh Yess..” desah Verne.
Tubuhnya mulai bergetar hebat. Aku terus menjilatnya sambil sesekali menghisapnya. Kepalaku tepat berada
di antara kedua kakinya. Lama-kelamaan kakinya menjepit kakiku. Jepitan yang mulanya biasa, sampai
akhirnya jepitannya kuat sekali.
“Argh.. Oh God.. Ah.. Ah..” desah Verne. Aku makin bersemangat menjilatnya.
“Aku nggak kuat, Boy.. Argh..”
Verne makin kuat mendesah dan mengerang.. Siapa peduli? Aku akan menyiksanya lebih jauh lagi dengan
kenikmatan yang dahsyat. Dalam.. Tidak terlupakan. Tubuh Verne menggelinjang makin kuat.
“Ogh.. Boy, aku tak tahan.. Sudah! Sudah!”
Kakinya melepas jepitannya. Tapi aku malah menahan kakinya dan terus menjilatnya. Siksaan nikmat ini
harus kulakukan. Verne berteriak makin kuat. Akhirnya dia bangun. Kakinya tak dapat kutahan lagi. Dia
bangun dan menerkamku.
“Aku nggak kuat lagi, Boy!” raung Verne.
Tubuhku ditariknya berbaring dan dia menindihku dari atas. Tangannya mencari penisku dan berusaha
memasukkannya ke vaginanya.. Astaga! Penisku masih belum sempurna ereksinya. Otomatis penetrasi gagal
dilakukan. Sangat sulit masuk ke vagina kalau penis tidak cukup keras. Perlahan, bukannya mengeras,
penisku justru semakin loyo! Apa yang kutakutkan terjadi. Fisikku yang sedang kelelahan membuat penisku
gagal ereksi.
“Bantu aku, Verne..” kataku shock.
Aku malu sekali. Verne meraih penisku dan meremasnya. Kemudian dia mengoralku. Gagal. Penisku makin
tidur. Aku makin shock.
“Sudah, Verne.. Nanti saja..” kataku pelan.
Aku seperti jatuh dari lantai tingkat sepuluh dan jatuh dengan keras ke bumi. Sakit, malu dan sangat
terkejut. Ini adalah pertama kalinya aku gagal ereksi.
Kami sama-sama berbaring. Verne mungkin mengira aku sudah habis malam itu. Tapi pikiranku tidak mau
kalah. Aku mengingat-ingat apakah benar kelelahan jadi faktor utamaku gagal ereksi?
“Sory Verne.. Ini baru pertama kalinya aku alami” ujarku dengan sangat malu.
“Its Okay, Boy. Kamu kan memang lagi kecapekan..” jawabnya.
Aku tak tahu apa yang dipikirkannya. Tetapi walaupun dia tidak mempermasalahkan kejadian ini, aku yang
mempermasalahkannya! Aku meraba penisku dan mencoba mengocoknya. Ternyata penisku bereaksi bagus.
Mungkin karena 2 bulan tidak ML? Mungkin saja. Aku terus mengocok penisku dan dalam waktu sangat singkat
aku berejakulasi. Aku senang bisa ejakulasi. Itu tandanya aku tinggal menunggu penisku ereksi lagi. Aku
butuh makan untuk menambah energiku. Sudah jam 19.00. Aku menelepon room service dan memesan nasi rawon
dan ice tea.
Makanan datang dan aku segera memakannya. Kudengar hujan turun dengan lebat. Aku suka sekali dengan
suara hujan. Membuatku merasa nyaman. Selesai makan aku minum cukup banyak supaya bau rawon di mulutku
hilang. Kemudian aku berbaring di ranjang. Aku merasakan penisku mulai normal lagi. Perlahan kepercayaan
diriku muncul. Aku berusaha keras melupakan kejadian tadi. Untungnya Verne cukup sabar dan memberiku
semangat.
“Gak apa-apa kok. Jangan dipikirkan, nanti kamu malah trauma. Kan memang kamu lagi capek banget..”
Kata-kata Verne menguatkanku. Aku yang tadi sangat shock dan malu mulai percaya diri. Kubuka kondom dan
mulai memakainya. Tidak masalah penisku belum ereksi penuh. Belum lama rebahan di ranjang, Verne kembali
naik ke atas tubuhku dan mulai menciumku. Dia menikmati sekali mencumbuku. Aku mengikuti tempo-nya.
Rata-rata wanita butuh waktu 15-30 menit untuk orgasme, sedangkan pria cuma 3-5 menit, karena itu tidak
ada gunanya aku menggebu-gebu. Kubiarkan Verne menguasaiku. Menghisap bibirku, menghisap lidahku.
Kelebihannya memang di ciumannya. Sementara gerak tubuh dan tangannya belum terlalu mahir. Tetapi tubuh
telanjang kami yang saling bersentuhan, yang bergerak alami, sudah cukup untuk membuat kami intim.
Payudaranya yang seksi menempel erat di dadaku. Kenyal dan lembut.. Perutnya.. Terasa hangat di perutku.
Kulit kami bersentuhan dan menggesek pelan memberikan stimuli nikmat yang menggetarkan hati. Jantung
kami memompa darah lebih cepat. Nafas makin memburu. Ciuman Verne makin dalam. Makin panas. Aku juga
sudah mulai panas. Kutingkatkan kekuatanku. Aku menyerbu bibirnya dengan panas. Kami saling melumat
makin liar, makin keras, makin cepat.. Luar biasa nikmat. Aku membayangkan.. Berciuman saja sudah
sedemikian nikmat, apalagi nanti kalau penisku sudah menembus vaginanya? Perlahan-lahan ereksi penisku
mencapai puncaknya. Keras sekali. Dalam hati aku senang sekali. Aku makin percaya diri.
“Verne.. It’s the time..” bisikku sangat pelan nyaris tak terdengar.
Sambil tubuh Verne tetap berada di atasku, aku memasukkan penisku dari arah pantatnya. Penisku yang
sudah tegak perkasa dengan berani menusuk masuk vagina Verne.
“Ogh..” kami sama-sama mengerang.
Kemudian tubuh kami sama-sama bergoyang mengejar gesekan nikmat antara penis dan vaginanya. Kami sama-
sama bergerak. Terkadang tempo kami berbeda hingga membuat gesekan terasa tidak nikmat. Dengan beberapa
kali penyesuaian, kami makin cepat mendaki puncak kenikmatan.
“Kamu di atas ya, Boy..” kata Verne.
Dia mungkin kelelahan berada di atas terus. Tubuhnya berbaring dan aku naik ke atas tubuhnya. Kembali
penisku menghunjam masuk. Gesek nikmat kembali terjadi.. Tetapi aku sangat kesulitan dengan posisi itu
karena kakiku terlipat. Aku menghentikan kocokanku. Kutarik Verne agak ke bawah lalu aku berdiri di
pinggir ranjang. Aku lebih nyaman dengan posisi berdiri sementara Verne tetap berbaring.
“Boy, lepas saja kondomnya ya?” pinta Verne.
Rupanya dia menginginkan kenikmatan yang lebih. Okay.. Aku melepas kondomku. Dengan perkasa penisku
kembali menyodok masuk. Ufh.. hangat.. Kurasakan sensasi hangat dan nikmat saat penisku menerobos masuk
vaginanya.
“Ogh.. Yeah..” desah Verne.
Dengan tempo sedang aku memacu birahi kami. Verne mulai gelisah. Serangan nikmat yang kulancarkan
perlahan mulai meruntuhkan benteng-benteng sarafnya. Darahnya mengalir makin lancar. Desahan, raungan
dan rintihan nikmatnya silih ganti meramaikan suasana remang-remang kamar hotel.
“Boy.. Enak.. Gila.. Okh..” rintih Verne.
Tempoku makin cepat. Suara penisku yang keluar masuk menembus vaginannya juga makin keras. Makin
membuatku bersemangat. Verne terguncang-guncang menahan nikmat. Matanya sampai terpejam dan bibirnya
menutup, membuka.
“Agh.. Argh.. Boy.. Oh God..” ceracau Verne.
Aku makin cepat mengocok. Tak lama kemudian aku merasakan aku hampir ejakulasi. Aku berhenti dulu.
Menenangkan pikiran. Kucabut penisku. Kali ini tugas kulimpahkan pada jariku. Dengan dua jari aku
menerobos vaginanya. Mencari dan menemukan G-Spotnya. Titik erotis ini mulai kuserang. Selama ini aku
sudah cukup hafal letak G-Spot sehingga dengan Verne aku tidak kesulitan.
Begitu jariku menekan-nekan G-Spotnya, Verne bergetar hebat. Tubuhnya seperti mau terpental keluar. Aku
menahannya dengan tanganku yang lain. Desahan Verne makin kuat.
“Okhw.. Ogh.. Sshh.. Ergg.. Uwhh..” Entah bagaimana menuliskan erangannya? Sangat bervariasi dan bahkan
Verne mulai mendesis dan mengeluarkan suara seperti mau menangis.
“Egh.. Egh.. Hh.. Hh..”
Aku makin bersemangat. Jariku satunya menyerang klitorisnya. Sebenarnya wanita tidak ada yang frigid.
Selama dia menginginkan orgasme, dia akan mendapatkannya. Tentunya sebagai pria aku harus membantunya
meraih orgasme. Klitoris dan G-spot, dua titik paling peka di tubuh wanita, dengan ribuan saraf yang
peka, kuserang habis-habisan. Verne bergerak makin liar. Kedua tangannya mencengkeram erat sprei di
ranjang.
“Aku nggak kuat, Boy.. Sudah..” pintanya.
Inilah Verne. Ingin orgasme, tapi saat sudah mendekati, malah minta berhenti. Tentu aku menolaknya.
Penisku yang sedari tadi melihat jariku beraksi mulai cemburu. Dia mulai ingin bekerja lagi. Haha..
Dengan ijinku, penisku kembali menerobos masuk. Kali ini aku mengarahkan penisku ke atas, berusaha
menyentuh G-Spotnya. Lalu kusodok dengan tempo pelan. Tubuhku menindihnya menghampiri Verne yang segera
saja memelukku.
“Boy, oh.. God.. Yess..” erang Verne.
Aku terus memacu penisku. Lama-lama makin kuat dan cepat, sampai akhirnya dengan kecepatan tinggi dan
tenaga kuat aku mengocoknya dengan stabil.
“Ck.. Ck.. Ck.. Sr.. Sr.. Ck..” suara penisku yang beradu dengan vaginanya.
“Argh.. Arghh” Verne berteriak.
Jarinya mencengkeram punggungku dan mencakarnya. Wah, luka lagi deh.. pikirku. Tapi tidak masalah. Aku
sungguh menikmati melihat wajah Verne yang sedang dilanda birahi. Matanya terpejam, merah, dengan mulut
yang mengeluarkan suara-suara mirip tangisan.
“Sudah.. Boy.. Sudah..” Verne kembali ingin berhenti. Aku terus memacunya.
“Gila kamu Boy.. Gila..!!” Verne terguncang-guncang.
“Ah.. Ah.. AAHH…”
Verne melenguh panjang. Tubuhnya agak mengejang dan terangkat sedikit. Kurasakan jemarinya kaku. Kakinya
juga mengejang. Goyangannya berhenti. Matanya terpejam dengan mulut terbuka menganga. Verne orgasme.
Tapi aku belum, maka dengan cepat aku mengocokkan penisku mengejar orgasmeku. Tetapi orgasmeku masih
lama. Beberapa menit kemudian Verne membuka mata. Penis kucabut.
“Sudah Boy.. Aku capek banget.. Gila.. Badanku lemas sekali” bisik Verne.
“Mau aku terusin?” aku ingin membuatnya mengalami multi orgasme.
“No.. Aku capek sekali..” katanya. Aku jadi heran. Wanita mana yang menolak multi orgasme?
“Kamu belum pernah mengalami ini ya?”
“Iya.. Malu-maluin ya?” Verne tersipu malu.
Dia sudah ML sejak 4 tahun yang lalu dan ini adalah orgasme pertamanya! Aku cuma tersenyum. Wajar deh
kalau dia sampai kelelahan begitu. Tak kukira dia sampai lemas begitu. Aku berdiri dan minum air
mineral. Kemudian berbaring di ranjang. Verne kembali menaiki tubuhku dan menciumku. Aku membalas
ciumannya. Beberapa menit kami bercumbu, lalu aku duduk dan mulai memijat tubuhnya.
“Wah.. pakai dipijat segala..” katanya.
Tentu saja, ada foreplay, making love, dan afterplay. Aku menyebutnya after orgasm service. Kupijat
punggung, tengkuk dan pinggulnya. Verne tampak kelelahan. Nafasnya masih memburu. Aku sendiri malah
dalam top form. Setelah kejadian tadi, aku berhasil melupakannya dan bangkit menjadi perkasa. Inilah
aku, yang selalu berusaha membuat wanita orgasme.
“Kamunya sendiri belum dapet ya Boy?” tanya Verne.
Iya sih.. Aku belum orgasme, tetapi tidak masalah. Aku sudah ratusan kali orgasme, sedangkan Verne.. Ini
adalah pertama kalinya! Banyak wanita yang berpikir dia sudah mengalami nikmatnya bercinta. Benar.
Tetapi banyak wanita yang tidak tahu, bahwa mereka belum pernah mencapai orgasme.. Ketika malamnya aku
mengantar Verne pulang dan kami berkirim SMS, aku kembali menanyakan apa yang dirasakannya.
“Verne.. Tadi kamu tidak faking orgasme (pura-pura) kan?” aku tentu saja tidak ingin wanita yang ML
bersamaku berpura-pura mengalami orgasme.
“Tidak, Boy. Sudah kubilang, aku tidak mengejar orgasme. Jadi mengapa aku berpura-pura? Aku ragu-ragu
waktu kau bilang akan membuatku orgasme, tetapi waktu mengalaminya.. Astaga.. Luar biasa..” balas Verne.
“Oh ya? Bagaimana rasanya? Bagian tubuh yang mana yang merasakan orgasme?” tanyaku penasaran.
“Seluruh tubuh, Boy. Tapi ya di bagian bawah itu yang paling terasa. Gila.. Aku seperti melayang,
terbang. Kepalaku seperti terbelah dua. Semua gerakan tubuhku waktu orgasme seperti bukan otakku yang
mengontrolnya. Lepas kendali.. Enak sekali. Tapi ya itu.. Lemasnya itu yang aku nggak tahan..”
Aku tersenyum membaca SMS-nya. Berbeda dengan pria yang hanya dapat merasakan nikmat di penisnya, wanita
mengalami kenikmatan di seluruh tubuhnya. Urat nadinya terbuka, darah mengalir lebih lancar.. Benar-
benar wow!
“Sory ya Verne karena aku tadi sempat gagal. Aku belum hebat deh tadi..”
“Boy.. Segitu tidak hebat? Sulit dipercaya. Banyak hal yang baru kualami pertama kali waktu ML
denganmu. I will never forget it..” Aku tersanjung berhasil membuat Verne orgasme untuk pertama kalinya.
Besok paginya aku bangun dan melihat ada SMS dari Verne..
“Boy, I go back home to my city. Thanks for accompany me while I’m in your city, especially for the nice
memory. Hope to see you again soon and I’ll wait for the story. Take care, keep in touch and bye bye..
:)”

Wanita seksi dengan puting menantang itu telah pulang ke kotanya. Aku jadi teringat malam itu, sehabis
bercinta dengannya, aku menanyakan hal yang sama pada Verne. Tentang pilihannya. Cowok yang jago sex
tapi sangat buruk pribadinya, atau impoten tapi pribadinya sangat baik.
Verne ternyata lebih memilih cowok yang sexnya jago. Akan tetapi jika itu untuk pasangan seumur hidup,
dia jadi bimbang dan memilih abstain. Ketika aku memintanya untuk mempertimbangkan keluarga, anak-anak
dan semua aspek.., Verne memilih laki-laki yang pribadinya baik, tetapi itu setelah usianya di atas 30
tahun, setelah dia berhenti dari semua petualangan sexnya.
Verne, jika kau sudah membaca cerita ini. Thanks sekali lagi. Orgasme-mu bukan cuma karena teknikku,
tetapi karena bantuanmu juga. I miss you, and.. your kisses.

0 comments:

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut