Susan

ad+1

Kehidupan itu ada pasang surutnya, ketika saya sedang jaya, saya mempunyai client yang lumayan banyak
untuk ukuran AE pemula di sebuah advertising.
Dan dengan ketekunan dan semangat saya, perusahaan tempat saya bekerja mengalami kemajuan pesat hingga
mencapai Top 5 billing di semua stasiun TV. Dan kemudian bencana datang, Perusahaan tersebut bangkrut
karena miss management.
Cerita Sex Terbaru Susan
Ditengah kesusahan datanglah tawaran dari Nancy, junior saya yang telah pindah ke Gokil Advertising, dan
mengenalkan saya dengan Ibu Susan, pemilik perusahaan tersebut. Ibu Susan dipertengahan abad usianya,
masih mempunyai tubuh yang terawat dengan baik, body-nya tidak kalah dengan gadis-gadis yang masih muda
yang menjadi anak buahnya di Gokil Advertising.
Karena prestasi kerja saya yang baik, kami sering mengadakan meeting after hours, dan progress kerja saya
yang baik, membuat kami cukup akrab..tapi pada suatu malam ada kejadian yang benar-benar mengubah hidup
saya!
Pada suatu malam, ketika karyawan lain telah pulang, Saya tengah memaparkarkan pendekatan saya terhadap
satu perusahaan rokok terkemuka, dan kemudian tiba-tiba Ibu Susan berkata,
“Aduh, kog punggungku gatal ya?”
Saya masih berusaha menahan diri untuk tidak terlalu cepat menolongnya, takut nanti dianggap kurang ajar!
Semakin lama gatalnya sepertinya semakin bertambah,
“Tolong Dik Uki, bisa garuki punggung Ibu?”
Saya mengangguk dan berusaha membuang pikiran kotor saya, yang ingin sekali rasanya mengetahui lebih
dalam bentuk tubuh boss yang cantik dan keturunan bangsawan ini..
Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya saja, takut kalau Ibu Susan
kesakitan.

“Dik Uki, agak keras dikit, masih gatal lho Dik”, pinta Ibu Susan.
Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya dipungungnya.
“Dik Uki, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya.”
Dia langsung membuka blazernya, sehingga tinggalblouse-nya yang putih dan transparan. Waduh semakin tidak
tahan nih saya, karena kulit tengkuknya yang mulus dengan sedikit rambut lembut yang tergerai di
tengkuknya (Dia kalau ke kantor selalu rambutnya disanggul di atas), semakin menambah feminin, dan
semakin membikin saya langsung terangsang.
Saya menggaruknya tetap tidak mau keras dan masih cenderung mengusap atau membelai punggungnya, karena
saya menikmati kehalusan kulit seorang bangsawan yang berada dibalik bajunya yang tipis. Saya usap
seluruh punggungnya dengan pelan, ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya, saya
telusupkan di bawah ketiaknya, untuk menggapai payudara yang di depan.
Dia menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sambil suaranya
mendesah,
“Uuhh enak Dik Uki.. enaakk..uuhh..”
Mendengar desahannya yang merangsang, rudalku langsung tegak bak tugu Monas.
Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum listrik yang halus merambat di sekujur tubuh
dan terpusat di kemaluanku. Tenggorokanku terasa kering, dan susah bicara, karena nafsuku yang langsung
menggebu.
Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang bangsawan yang bersih, terhormat dan sangat terjaga dari
tangan laki-laki lain, selain suaminya.
Karena Dia duduk membelakangiku yang berdiri sambil memijit-mijit punggungnya, batang kemaluanku langsung
kutempelkan di punggungnya yang lembut seperti sutera. Kugesek-gesekkan batang kemaluanku ke punggungnya
dengan pelan. Dan Dia berkali-kali melenguh,
“Uughh, enachh Dik, enaak, terus Dik.”
Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yang kencang dan kenyal. Kuusap payudaranya
dengan lembut, kucium tengkuknya dengan lembut, dan kugesekkan batang kemaluanku ke pungungnya dengan
lembut.
Aku sangat tahu, kalau melayani tipe wanita seperti Dia ini harus dengan lembut dan dengan menggunakan
perasaan.
Kucium tengkuknya dengan lembut, Dia sekali lagi menengadahkan kepalanya ke atas, matanya sambil
terpejam, dan bibirnya yang tipis terbuka sedikit, dan mulutnya hanya bergumam, “Emm.” Aku tahu itu
artinya dia sangat menikmati.
Tanganku, kuusapkan dengan lembut di sekeliling payudaranya, dan kulingkari masing-masing payudaranya
dengan kedua tanganku, sengaja aku tidak sentuhkan tanganku ke pentilnya, untuk memberikan sensasi yang
sangat halus dan perlahan.
Beberapa kali tanganku mengitari sekeliling payudaranya, kemudian perlahan-lahan tanganku kutarik untuk
mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya, dan kucium keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan
kelembutan nafasnya di wajahku, bibirnya yang tipis masih mengeluarkan gumaman yang lembut,
“Dik Uki.. emm.. eemm..”
Dengan perlahan aku membalikkan badan Dia ke arahku, dengan cara memutar kursinya, dan saya membimbing
dia untuk berdiri dengan perlahan, kini aku dan Dia sudah berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel
ke dadanya, dan aku bisa merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa indahnya bukit
kembarnya.
Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya yang juga sangat indah
dan kencang. Tangannya memegang pundakku dengan lembut, kepalanya sudah menengadah ke atas, dan tatapan
matanya.
Waduh, jernih dan indah menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya dengan lembut, kuusapkan
perlahan bibirku ke bibirnya. Dia memberikan reaksi dengan mengencangkan dekapannya ke pundakku dan
dadanya ditempelkan lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan agak kutarik ke
atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas. Waduh ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan
kuusapkan lidahku ke lidahnya, dia memberikan reaksi yang sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku.
Tanganku mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dengan lembut. Aku menikmati sekali kehalusan kulit
punggungnya.
Setelah aku puas menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan kuarahkan ke lehernya. Dia
menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak
memburu, dan mulutnya masih bergumam,
“Mmm.. uhh..”
Ciumanku mulai bergeser ke bawah, ke belahan dadanya. Kancing blousenya yang di depan dengan mudah kubuka
satu persatu, sehingga tersingkap sudah BH hitam yang menyangga dua buah payudaranya yang padat, bulat,
kenyal, bersih dan ranum. Kuciumi lehernya dengan sangat lembut, ke pundaknya, bergesar turun ke sebelah
atas payudara yang tidak ditutup BH. Dia semakin menengadahkan kepalanya, punggungnya juga semakin
melengkung ke belakang, kedua tangannya memegang kepala saya dan sedikit meremas rambut saya, tandanya
semakin menikmati gaya permainanku.
Kedua tanganku memegangi dibawah kedua ketiaknya, biar Dia tidak terjerembab ke belakang, tapi bibirku
masih mengusap daerah leher dan di atas payudara.
Aku sengaja memperlama untuk menyentuh payudaranya, apalagi pentilnya.
“Diik..Ukii.. uugghh.. sstt”, sambil mulutnya berdesis kenikmatan.
Blousenya yang masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga pemandangan kemulusan dan
kemolekan tubuh Dia terpampang jelas di hadapanku, dan terkena sinar lampu down light kekuningan yang
berada di langit-langit tepat di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana malam itu yang tidak akan
pernah kulupakan. Sekali lagi tanganku kugunakan meremas sebelah pinggir dari payudaranya, dan tampak
bahwa payudaranya sudah mulai mengeras.
Tanganku mengusap punggungnya dengan perlahan sambil membuka tali BH yang ada di punggungnya. “Click”
sekali jentik langsung terbuka pengait BH-nya.
Dengan pelan kuturunkan tali BH yang ada di pundaknya, akhirnya BH-nya kulepas.
Woow, terlihat pemandangan indah sekali, dua gunung kembar yang kuning dan bersih dengan puncaknya yang
kecil yang sudah berdiri tegak. Aku sudah sangat terangsang tapi aku tidak boleh gegabah. Kuusap
payudaranya dari sebeleh bawah dengan tangan kananku, tangan kiriku masih mendekap punggungnya untuk
menjaga agar Dia tidak terjatuh, dan kucium payudaranya, berkeliling mengitari pentilnya, dan tangan
kananku masih mengusap-usap sebelah luar payudara, tapi dengan gaya agak memeras. Kedua tangan Dia
memegang erat pundakku tanda sudah semakin gemes, untuk dicium pentilnya.
Karena aku sudah merasa waktunya tepat, maka dengan lembut kukulum pentilnya.
Dan reaksinya,
“Aaaughh, uuhh..ss.. uuhh”,
Dia melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yang dinantikannya telah tiba.
Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi lenguhan itu tetap lembut dan terdengar lirih. Kukulum
pentilnya, kugesek-gesek pentilnya dengan lidahku, dan kugigit lembut pentilnya, tanganku tetap meremas-
remas lembut payudaranya.
Setelah aku puas mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan bibirku dari susunya, dan
kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya yang datar dan mengeluarkan aroma parfum yang lembut dan
semerbak.
Ketika mulutku terlepas dari susunya, Dia kelihatan menghela napas lega dan baru bisa bernafas dengan
tenang. Aku menciumi perutnya dengan agak sedikit jongkok. Kucium pusarnya, dan kujilati pusarnya dengan
lidahku. Dia menggelinjang kegelian. Karena terlalu lama berdiri atau karena sudah sangat terangsang, Dia
sudah tidak kuat berdiri dan dia bergeser ke belakang duduk di meja kerjanya. Aku berdiri dengan kedua
lututku dan aku tetap jilati pusarnya dan perutnya. Dia menggelinjang kegelian, dan mengusap-usap rambut
kepalaku dengan tidak beraturan, terkadang meremas, menjambak dan mengusap rambutku. Sehingga rambutku
sangat kacau.
Puas dengan permainan perut, Dia kurebahkan di meja kerjanya. Untungya meja kerja Dia cukup besar.
Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus dengan CD-nya. Sekarang tampak di hadapanku seorang putri yang
kuning, bersih, dengan kaki dan betis yang aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.
Kunikmati tubuh Dia sebentar, karena selama ini aku hanya bisa membayangkan keindahan tubuhnya, tanpa
berharap untuk dapat memandangnya. Tapi ternyata malam ini apa yang kudapatkan jauh dari yang
kubayangkan. Seorang wanita dengan tubuh montok dan kuning mulus, dengan kaki dan betis ramping. Dua buah
dada yang tidak terlalu besar, tapi bulat, padat dan kencang, sehingga cocok dengan kesan payudara
seorang putri. Bentuk lengan dan bahu yang padat bulat dan berisi.
Dia telentang di atas meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium pipinya sekali lagi dengan
lembut, kuusap payudaranya dengan lembut. Kedua tangan Dia merangkul leherku dengan erat. Kedua kakinya
bergerak-gerak dengan halus pertanda sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan dari susunya
turun ke perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun ke bawah mengusap pahanya. Paha yang
selama ini hanya bisa kupandang. Aku usap pahanya naik turun dengan tetap mulut kami masih saling
memagut.
Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Dia,
“Ugh.. ugh.. emm.. emm..”
Tanganku bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap sekitar bibir kemaluannya.
Dengan perlahan kedua kaki Dia mengembang, memberi kesempatan tanganku untuk mengelus kemaluannya. Tetapi
kemaluannya belum kuelus, hanya kedua selangkangan saja yang aku belai dengan kedua jari telunjuk dan
jari manis bersama-sama. Kuelus selangkangannya naik turun, dan Dia menambah kecepatan gerakan kakinya.
Dengan pelan Dia mengangkat pantatnya, sehingga kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini pertanda agar
aku dapat segera mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dengan jarak sentuhan yang kubuat serenggang
mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak tanganku, membuat gelinjang Dia menaikkan kemaluannya untuk
menyentuh tanganku semakin tinggi.
Kubelai rambut kemaluannya yang lembut, tipis dan tertata rapi. Setelah puas memainkan sekitar
kemaluannya, dan liang kemaluan Dia sudah semakin terbuka dan semakin basah. Kusentuh klitorisnya dengan
sedikit ujung dari jari tengahku dengan lembut dan.. “Uuhhgh”, lenguhan Susan kenikmatan.
Gerakan kakinya sudah semakin tidak teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit dengan kedua pahanya.
“Diik Ukii.. aakkuu.. nggakk.. taahh..”
Kemudian tangannya menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki tubuhnya. Kutarik kedua
kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya terjuntai, kemudian Dia membuka kedua
selangkangannya dengan tidak sabar. Aku sempat memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah
seperti bibir gadis yang memakai lipstik yang sedang merengek.
Kugesekkan batang kemaluanku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Dia mengerang lagi,
“Uugghh.. uughhg..”
Kumasukkan dengan pelan batang kemaluanku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk semua, kutarik
kembali dan kumasukkan kembali. Dengan gesekan-gesekan yang pelan tersebut membuat erangan Dia semakin
tidak beraturan.
Untuk melayani tipe seperti Dia ini, kugunakan gaya gesekan 5:1, artinya lima kali keluar masuk setengah
batang kemaluan, baru sekali masuk seluruh batang kemaluan. Dan pada saat masuk yang seluruh batang
kemaluan, erangan
Dia semakin hebat. Dengan gaya lembut dan 5:1 ini kami bisa saling menikmati.
“Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Ukii.. ucchh.. sstt.. uhh..”
Erangan erangan yang tidak beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak.
Sambil kugenjot pelan batang kemaluanku, kedua tanganku dengan leluasa meremas kedua susunya, yang
bergerak-gerak naik turun tergantung sodokanku.
Kadang-kadang tanganku mengusap wajah dan pipinya, kadang-kadang mengusap perutnya.
Setelah cukup lama aku melakukan genjotan 5:1, tiba tiba kedua paha Ibu Susan diangkat dan dililitkan ke
pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku, mulutnya sedikit menganga dan mendesis..
“Diikk..Uuu..Ki.. saa..yaa saampaaii.. uuhhff.”
Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke batang kemaluanku. Setelah Dia selesai mengejang
dan nafasnya tersengal-sengal, aku mulai lagi dengan genjotan, tetap dengan gaya 5:1.
Dia melenguh, “Uuff.. uff.. uuff.. Dik Uki beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan ditahaan.. uuff..
ugh..”
“Sebentar Bu!” kataku.
“Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff.. keeluar.. laa.. ggii..”
“Sebentar Bu, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai..”
Tiba-tiba ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku dan semakin-lama semakin
mengencang. Batang kemaluanku seakan balon yang ditiup dan mau pecah.
“Aachghh.. accghh.. Buu.. Sussann.. aku mmau keluarr..”
Dia memegang erat tubuhku dan
“Crret.. crrett..” keluar semua cairan yang ada di seluruh tubuhku dan “Aaachh..”
Kami berdua terkulai lemas dengan badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.
“Dik Uki, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yang selama ini tersumbat.”
Aku sangat puas malam itu, karena aku tidak dapat membayangkan, ternyata aku bisa menikmati tubuh seorang
wanita terhormat, yang selama ini orang luar sangat menghormatinya, tapi ternyata malam ini dia begitu
pasrah menyerahkan tubuhnya kepadaku.
Jam telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami berdua segera masuk ke toilet untuk
membersihkan dan merapikan badan kami masing-masing.
Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Dia, yaitu membantu membersihkan cairan yang membasahi
meja kerja Dia, dan membantu merapikannya. Sambil merapikan mejanya aku berbisik ke telinga Dia,
“Bu meja ini dirapikan ya.. karena besok malam mau dipakai lagi”,
Dia hanya tersenyum dan mencubit mesra lenganku.
Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik di kantor ataupun di hotel, tapi rahasia tersebut tidak
terbongkar dan kami saling menjaga rahasia.
Dan kalau pagi hari, Dia kembali memerankan perannya sebagai atasan yang berwibawa, profesional, tetapi
kalau malam, melenguh-lenguh dan menggelinjang-gelinjang di bawah selangkanganku.
Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor mengadakan acara pergi bersama ke
tempat santai, yaitu di daerah pegunungan yang berhawa dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut, tidak
terkecuali Dia.
Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan karyawati harus ikut dan tidak boleh bawa pacar, biar lebih
bebas (pada saat itu kami semua belum berkeluarga, kecuali Dia tentunya). Hanya Dia saja yang
diperkecualikan untuk membawa keluarga (dalam hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas mendekati
Dia, karena takut ada suaminya).
Pada hari Jum’at sore, setelah selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul di kantor untuk berangkat
ke Puncak. Semua yang berangkat ada 17 orang cowok-cewek termasuk aku, dan Dia bersama suaminya dengan
membawa 2 anak kecil, yang ternyata keponakan Dia. Dalam hatiku kejengkelan bertumpuk, karena Dia sudah
bawa suami, tambah keponakan lagi, wuaahh repot, pikirku saat itu. Untuk membawa ke Puncak, sudah
dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai oleh karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga
Dia, masing-masing mobil sudah disediakan supir.
“Kalau
3 mobil nggak cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Uki
saja yang ikut mobil saya”, kata Dia kepada teman-teman, matanya sambil
melihatku.
“Cerdik juga boss yang satu ini”, pikirku, dan sangat halus sekali triknya.
Agar Dia tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya pura-pura menawarkan tetapi langsung
menutup penawaran kepadaku.
“Ayo siapa yang ikut mobil Dia, biar aku yang di Panther aja”, kataku pura-pura menawarkan kepada teman-
teman, karena aku tahu, pada tidak ada yang berani satu mobil dengan Dia, rata-rata mereka pada sungkan.
“Udah dech, biar Uki aja yang ikut, sekali-kali kita kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil
dengan Dia, mungkin sampai di tempatnya UKi sudah tegang nggak bisa bergerak”, kata Nancy temanku sambil
tertawa kecil mau mengerjai aku.
“Ya bener, sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi tegang karena nggak
tahan aja berdekatan dengan Dia”, kataku dalam hati, dan yang tegang hanya tertentu saja, tidak seluruh
badan.
“Jangan aku dong, yang cewek aja”, pintaku berpura-pura.
Tapi teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, an akhirnya aku jalan juga ke mobil Dia,
dan sekali lagi pura-pura mengumpat mereka.
Suami Dia hanya senyum-senyum melihat kelakuan kami. Oh ya, aku belum kenalin sama suami Dia. Namanya
sebut saja Pak Jimmy, orangnya besar, gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek) dan agak pendiam.
Wajahnya mirip dengan Rudi Salam. Pak Jimmy duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Dia, kedua
keponakan yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan perbekalan.
Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion,
dan posisi duduk supir dan posisi duduk Pak Jimmy. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan awal
terhadap Dia. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya sekedar serangan-serangan ringan. Sorry agak
kampungan sedikit melakukan serangan ringan di mobil, habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan
tangan ini tidak bersinggungan dengan kemulusan tubuh Dia yang memang sintal, padat dan berisi.
Di perjalanan, Pak Jimmy banyak membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan kami dengan Pak Jimmy. Dia
duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah kiri, dan kedua keponakan duduk di antara kami. Sehingga
kami cukup leluasa kalau hanya melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Dia, kadang sedikit elusan di
pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan Dia terkadang juga memberikan cubitan halus di
pinggangku. Dan setiap kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum usia masih
dalam taraf Pandangan Hidup!Baru memandang sudah hidup).
Setiap kali kusentuh pinggang atau pantatnya, kelihatan Dia agak menghela nafas, dan wajahnya menunjukkan
sedikit tegang. Memang kuakui kalau Ibu Susan itu tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang
perlu diceritakan dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih dari 50 km,
sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40 menit.
Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel, setelah mandi dan istirahat sebentar, malam kita
gunakan untuk bercanda ria dan menikmati santap malam Kambing Guling. Kami semua menikmati acara
tersebut, kecuali Pak Jimmy.
Dengan alasan mengantuk, maka Pak Jimmy tidak ikut bersama-sama dengan kami.
Dia lebih suka makan di kamar dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua dan Dia bercanda ria.
Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok. Ada yang bercerita berkelompok, ada yang
jalan-jalan menikmati malam, dan ada yang sekedar memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.
Dia memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,”Dik Uki, anterin saya jalan ya.”
“Lha Pak Jimmy?” tanyaku terkejut.
“Udah dech, nggak usah pikirin Pak Jimmy, dia sudah tidur.”
“Bu, Pak Jimmy bener sudah tidur?” tanyaku menyelidik.
“Ya begitulah suamiku, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur”, kata Dia.
Kami berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan takut kalau suaminya tahu, dan
pikiranku terus berputar, kuajak kemana ibu Susan ini.
“Kalau tahu kita berdua gini, gimana Bu”, tanyaku memecah kebisuan.
“Dik Uki nggak usah takut, dia percaya kok sama kamu, dikirain kamu kan masih kecil, masak mau ngapa-
ngapain sama aku.”
“Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat anak kecil”, jawabku menggoda.
Dia hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan kutarik badannya, sehingga kami jalan
berdekapan.
Aku berjalan di sebelah kiri Dia, sehingga tangan kananku dengan leluasa mendekap pundak Dia, untuk
melindungi dari hawa malam yang cukup dingin.
Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan di Puncak ini, maka kubawa Dia di tempat yang sangat
aman. Kudekap badannya, kubelai-belai punggungnya, sambil sesekali kucium telinganya. Perempuan cantik
ini mendesah mengeratkan dekapannya ke tubuhku.
Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik baju sweaternya, dan sedikit
kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali
kudaratkan pada tengkuk dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan dan
berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum lidahnya, dan bibir kami saling
berpadu. Nafas kami berdua sudah mulai tidak beraturan.
Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Dia, tangan kiriku kugunakan untuk mendekap pantatnya dan
sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai
geser-geserkan kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah sweaternya,
untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah mulai hangat oleh birahi.
Udara malam semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas.
Kami berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena serangan-serangan awal
sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam perjalanan.
“Dik Uki kita cari tempat yang enak aja Dik”, bisik Dia sambil mendesah menahan birahi.
“Nanti kelamaan, Bu? gimana kalau Pak Jimmy bangun?”
“Dik Uki tenang saja, suamiku itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah bangun, dan nanti seandainya
bangun, gampang kok aku cari alasan.”
“Oke dech Bu, yuk kita jalan.”
Aku bimbing Dia ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di sini yang nyaman buat bossku yang
cantik. Hanya lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil, tapi sangat bersih dan
aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas receptionist sepertinya mengerti benar kebutuhan kami.
Tidak banyak pertanyaan dan langsung mengantar ke kamar yang kami maksud.
Di dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Dia langsung melepaskan baju sweaternya. Sehingga tinggallah
kaus singlet yang tipis dengan belahan dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut,
sehingga pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.
Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah Dia agak menengadah, menunggu
ciuman. Matanya sedikit terpejam dan bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang
sedikit terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan dekapanku di
punggungnya.
Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang tipis, kugeserkan mulutku
turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman di leher ini. Karena menurutku leher Dia itu sangat seksi.
Lehernya agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku menari-nari di
lehernya.
“Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Uki, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas..”
Nafas Mbak Tatik mulai tidak teratur. Dia ini kalau penampilan luar sangat anggun dan tenang, tetapi
kalau birahinya sudah mulai naik, dia bisa sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan bossku
ini memiliki tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak karuan.
“Mmeemm, jangan khawatirr.. Buu”, jawabku menenangkan.
Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke dua buah dadanya yang ranum,
meskipun masih terhalang kaos dan BH. Dia semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan
mata terpejam, dan mulut masih bergumam.
“Emm.. uugghh.. Diikk Ukii.. uugghh..”
Kelihatannya Dia sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya, kemudian BH-nya juga dilepaskan
sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil
berwarna coklat yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan badannya yang
mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanannya memegang kemaluanku yang dari tadi sudah tegak, dan
meremasnya karena sudah gemes.
“Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong umm, Sakiitt.. mm”, teriakku masih sambil menciumi perutnya.
“Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh..”
Karena Dia sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering mendongak, maka susunya terlihat
bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan badannya dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kuhela Dia
dengan kedua tanganku, dan Dia mendekapkan kedua tangannya di leherku, dia tersenyum menggoda, kucium
susunya, dan sekali lagi dia menggelinjang.
Kutidurkan Dia dengan perlahan di atas ranjang. Dia masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi
bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah
mulai bergeser ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas susunya
dengan lembut. Dia semakin menggelinjang.
Tangan kirinya mendekap leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya bergerak-
gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.
Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua payudaranya dengan ciumanku. Aku
cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.
“Uuughh.. hh.. sstt..” desis Dia menahan rangsangan.
Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan Jeans-nya. Gila, sepasang kaki indah dibalik
celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga
kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Dia yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut
halus dan hitam pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang kuning langsat.
Aku kembali menciumi sekeliling pusarnya, dan kumainkan pusarnya dengan lidahku, sementara tangan kananku
membelai kedua pahanya, yang padat dan mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan
selangkangannya.
Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan telunjuk, kuusapkan secara
bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh
klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat.
Kedua kakinya bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang naik turun, minta
klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas
menciumi pusarnya, kunaikkan bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku
kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya.
Menerima perlakuanku seperti itu, dia langsung menarik nafasnya lega, seakan terpenuhi apa yang
diharapkan selama ini, sampai melenguh,
“Uuugh nikmat Dikk Ukii.. uughh.. enakkghk sekali..hhnn sstt..”
Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Dia mengeratkan dekapannya di leherku, dan tanganku dicepitnya dengan
kedua kakinya. Liang kemaluannya telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu
pisang yang akan dilahapnya.
Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung jari tengah tangan kananku masih
membelai-belai kitorisnya dengan lembut.
Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan tekanan, hal ini sangat disukai
oleh Dia. Kedua kakinya sudah tidak menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang
kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan bibir kemaluannya.
“Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk..Ukii.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff..”
Lenguhannya yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku.
Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan kewanitaannya semakin basah.
“Diik.. Ukii.. uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff..”
Rengeknya dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri
dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Dia di pundakku, dengan perlahan-
lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya.
Kelihatannya dia sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang kemaluannya, karena kedua
tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku masuk ke lubang kemaluannya.
Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya.
Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya.
Dia sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat batang kemaluanku memasuki lubang
kewanitaannya dengan perlahan, dia sangat menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.
“Uuugghh.. uuhhgghh”,
seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.

“Uugghh.. eehh..”
Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan. Tetap
dengan gaya yang khusus buat Dia, yaitu 5:1.
Pada saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang masuk ke liang kemaluan, dia
menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, “Eeemm eemm..
sstt.. eemm..” namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk ke dalam dan
menyentuh dasar liang kemaluannya yang menikmatinya dan mengencangkan jepitan lubang kemaluannya ke
batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit leherku, dan kedua tangannya meremas sprei dengan kencang, dan
semua badannya kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya
“Uughh..uugghh.. ennaggk Diikk..Uki.. eennakgg..”
Kami terus gunakan gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..
“Diikk.. Uki.. akuu suudahh tiidaak kuatt..akuumauu.. keeluuarr..”
“Seebenntarr.. Buu, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr..” jawabku.
Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan genjotanku ke liang
kemaluannya, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Dia bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang
kutunggu, hisapan dan sedotan liang kemaluannya sangat kuat di batang kemaluanku, dan tiba-tiba..
“Diikk.. Ukii.. aakuu keluuarr..”
dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..
“Aauughh.. crreett.. creett.. creet”,
tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya, dan liang kemaluannya masih bergerak-gerak menghisap
batang kemaluanku dan memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.
Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat badannya basah oleh keringat,
menambah keseksian tubuhnya. Kami berdua berdekapan sebentar, dan akhirnya bersiap-siap kembali ke
teman-teman.
Semenjak saat itu tidak ada tempat yang tidak kami coba untuk jelajahi, untuk melepas kerinduan kami
“menjelajahi” tubuh masing-masing! Sampai sekarang, saya telah menjadi salah seorang direktur dan
mendapatkan saham yang cukup lumayan! Hidup adalah seperti roda, saya telah mengalaminya

0 comments:

resep donat empuk ala dunkin donut resep kue cubit coklat enak dan sederhana resep donat kentang empuk lembut dan enak resep es krim goreng coklat kriuk mudah dan sederhana resep es krim coklat lembut resep bolu karamel panggang sarang semut